Sejarah Taman Nasional

  • Tahun 1920 :
  • Eksistensi kawasan Baluran dalam kesejarahannya diawali pada tahun 1920 dengan usulan pencadangan hutan Bitakol seluas ± 1.553 Ha untuk ditetapkan sebagai areal hutan produksi tanaman jati (jatibosch) (Wind dan Amir, 1977)

  • Tahun 1928 :
  • Upaya konservasi kawasan Baluran telah dilakukan sejak lama pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Rintisan penunjukannya menjadi suaka margasatwa telah dilakukan oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928. Rintisan tersebut didasarkan pada usulan A.H. Loedeboer (pemegang konsesi lahan perkebunan pada sebagian kawasan Baluran di daerah Labuhan Merak dan Gunung Mesigit pada saat itu)

  • Tahun 1930 :
  • Pada tanggal 23 Januari 1930 diterbitkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 83 (Gouvernement Besluit van 23 Januari 1930, No. 83) Baluran ditetapkan sebagai Hutan Lindung (Boschreserve)

  • Tahun 1930 :
  • Baru kemudian pada tanggal 25 September 1937, Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 9, Lembaran Negara Hindia Belanda 1937, No. 544 (Besluit van Gouverneur Generaal van Nederlandsch-Indië van 25 September 1937, No. 9, Staatsblad van Nederlandsch- Indië 1937, No. 544), areal Baluran ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa (wildreservaat) seluas ±25.000 ha

  • Tahun 1937 :
  • Pada penunjukan kawasan Baluran sebagai wild resevaat (game reserve) pada tahun 1937, areal hutan produksi jati Bitakol dimasukkan juga sebagai bagian kawasan dimaksud seluas total ±25.000 Ha. Namun demikian penebangan dan penanaman jati terus dilakukan dalam skala kecil. Pada tahun 1949 jawatan kehutanan Banyuwangi membuat rencana pengelolaan hutan untuk hutan Bitakol, diperluas hingga daerah lain di sepanjang jalan provinsi meliputi total areal seluas 4.739 Ha.Areal ini tidak pernah dikeluarkan dari kawasan suaka oleh pemerintah, dan meski disahkan oleh jawatan kehutanan di Jawa sebagai areal pemanfaatan jangka pendek mulai tahun 1955 sampai 1964, kegiatan eksploitasi terus meningkat. Area hutan seluas sekitar 1.000 Ha ditebang habis dan ditanami kembali dengan jati mulai tahun 1955 sampai 1965 dan selanjutnya pada areal seluas sekitar 2.000 Ha mulai tahun 1966 sampai 1976. Kampung-kampung masyarakat juga dibuat di areal ini (masih dalam kawasan suaka) pada periode tersebut untuk menyediakan tenaga kerja dalam pengelolaan areal hutan yaitu di blok Panggang dan Sidorejo (Wind dan Amir, 1977)

  • Tahun 1962 :
  • Kemudian berkaitan lahan konsesi (HGU) di Labuhan Merak pada tanggal 11 Mei 1962 melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No.SR/II.P.A/1962, disebutkan tanah konsesi Labuhan Merak seluas 293,6 ha dimasukkan kedalam Suaka Margasatwa Baluran

  • Tahun 1997 :
  • Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan pelaksanaan kongres Taman Nasional sedunia di Bali, Kawasan Baluran termasuk menjadi salah satu dari 5 (lima) kawasan yang dideklarasikan sebagai taman nasional oleh Menteri Pertanian seluas ± 25.000 Ha. Yang kemudian penunjukan secara resmi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas ± 25.000 Ha.

    Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997 ini secara resmi merubah status kawasan Baluran yang semula Suaka Margasatwa menjadi Taman Nasional. Dimana pada amar pertama keputusan tersebut, ditetapkan perubahan fungsi Suaka Margasatwa Baluran seluas 23.317 Ha dan perairan sekitarnya seluas 1.287 Ha yang terletak di Kabupaten Dati II Situbondo, Propinsi Dati I Jawa Timur menjadi Taman Nasional Baluran dengan luas 25.000 Ha. Dimana di dalamnya termasuk bagian hutan Bitakol seluas 5.612,3 Ha.

  • Tahun 1999 :
  • Pada perkembangannya kemudian, pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 417/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 Menteri Kehutanan dan Perkebunan menunjuk kembali kawasan hutan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur seluas 1.357.206,30 (satu juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu dua ratus enam, tiga puluh perseratus) Ha. Dan lebih lanjut dalam rangka pengelolaannya, berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA)Nomor : 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999, penataan zona pengelolaan pada kawasan seluas ± 25.000 Ha tersebut dibagi terdiri dari Zona Inti seluas ±12.000 Ha, Zona Rimba seluas ±5.537 Ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), Zona Pemanfaatan Intensif seluas ± 800 Ha, Zona Pemanfaatan Khusus seluas ± 5.780 Ha, dan Zona Rehabilitasi ±783 Ha.

  • Tahun 2011 :
  • Pada tanggal 21 Juli 2011, diterbitkan lagi Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.395/Menhut-II/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 417/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha. Perubahan tersebut mencakup perubahan luas kawasan hutan dan konservasi perairan di wilayah Provinsi Jawa Timur menjadi seluas ± 1.361.146 (satu juta tiga ratus enam puluh satu ribu seratus empat puluh enam) hektar. Dimana kawasan Taman Nasional Baluran termasuk sebagai bagian di dalam Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas 230.126 Ha (4,8 %) untuk wilayah daratan daratan dan 3.506 Ha (0,07 %) wilayah perairan.